Selasa, 28 April 2020

Kedatangan Bangsa-bangsa Barat ke Indonesia

Kekayaan alam Indonesia (Nusantara) berupa rempah-rempah menjadi salah satu pendorong kedatangan bangsa-bangsa Barat ke Indonesia. Mereka menjadi kaya raya, karena memperdagangkan hasil bumi Indonesia dengan harga yang tinggi. Sampai saat ini, semua hasil bumi itu masih tumbuh subur di Indonesia.
Belanda adalah negara yang paling lama menjajah Indonesia. Selain itu juga, bangsa-bangsa yang datang ke Indonesia pada masa penjajahan yakni Portugis, Spanyol, dan Inggris.

1. Kedatangan Bangsa Portugis di Maluku
Perjalanan yang ditempuh oleh bangsa Portugis mencari sumber daya rempah-rempah diawali dari kota Lisabon, Portugis. Pada 1486, “Bartolomeus Diaz” melakukan pelayaran pertama menyusuri pantai barat Afrika. Dia bermaksud melakukan perlayaran ke India, tetapi nampaknya gagal. Portugis mencapai Malaka pada 1511 di bawah kepemimpinan “Alfonso d’Albuquerque”. Dia, ternyata berhasil menguasai Malaka dan Myanmar saat itu. Selanjutnya Portugis juga menjalin hubungan dagang dengan Maluku. Pada 1512, karena hubungan dagang tersebut membuat bangsa Portugis melakukan perlayaran ke Maluku, di bawah kepemimpinan “Antonio de Abreu” dan “Fransisco Serao”.

2. Ekspedisi Bangsa Inggris
Persekutuan dagang milik Inggris diberi nama EIC (East Indian Company). Didalamnya bergabung para pengusaha Inggris. Meskipun Inggris tiba di Kepulauan Nusantara, pengaruh nyatanya pengaruh tidak terlalu banyak seperti halnya Belanda. Hal ini disebabkan EIC terdesak oleh Belanda, sehingga Inggris menyingkir ke India atau Asia Selatan dan Asia Timur.

3. Kedatangan Bangsa Belanda di Jayakarta (Jakarta)
Jayakarta menjadi pelabuhan penting di Pulau Jawa yang kemudian menjadi markas VOC masa itu. Awalnya, seorang pelaut Belanda ‘Cornelis de Houtman memimpin ekspedisi ke Nusantara (Indonesia). Pada 1595, armada de Houtman mengarungi ujung selatan Afrika, selanjutnya terus menuju ke arah timur melewati Samudera Hindia. Pada 1596, armada de Houtman tiba di Pelabuhan Banten melalui Selat Sunda.

Kedatangan Houtman di Nusantara kemudian disusul ekspedisi-ekspedisi lainnya. Dengan banyaknya pedagang Belanda di Nusantara maka muncullah persaingan di antara mereka sendiri. Untuk mencegah persaingan yang tidak sehat, pada 1602 didirikan “Vereenigde Oost Indische Compagnie” (VOC/Perserikatan Maskapai Hindia Timur) yang merupakan ‘marger’ (penggabungan) dari beberapa perusahaan dagang Belanda.

Gubernur Jenderal pertama VOC “Pieter Both”. Dia mendirikan pusat perdagangan VOC di Ambon, Maluku. Tetapi kemudian, pusat dagang dipindahkan ke Jayakarta (Jakarta) karena VOC memandang bahwa Jawa lebih strategis sebagai lalu-lintas perdagangan. Di samping itu, Belanda juga ingin menyingkirkan saingan mereka yakni Portugis yang berada di Malaka saat itu.

Pangeran Jayawikarta (Penguasa bagian wilayah Banten) memberi kepada VOC untuk mendirikan kantor dagang di Jayakarta. Selain memberikan izin kepada VOC, Pangeran Jayawikarta juga memberikan izin pendirian kantor dagang kepada EIC (Inggris). Kebijakan ini membuat Belanda merasa tidak menyukai Pangeran Jayakarta.

Gubernur Jenderal VOC “Jan Pieterszoon Coen" membujuk penguasa Kerajaan Banten untuk memecat Pangeran Jayawikarta, sekaligus memohon agar izin kantor dagang Inggris EIC dicabut. Pada 31 Mei 1619, keinginan VOC dikabulkan raja Banten. Momentum inilah yang kemudian menjadi mata rantai kekuasaan VOC dan Belanda pada masa berikutnya. VOC menikmati keleluasaan dan kelonggaran yang diberikan penguasa Banten. Jayakarta oleh VOC diubah namanya menjadi Batavia. VOC mendirikan benteng sebagai pertahanan, pusat kantor dagang, dan pemerintahan. Pengaruh ekonomi VOC semakin kuat dengan dimiliknya hak monopoli perdagangan. Masa inilah yang menjadi sandaran perluasan kekuasaan Belanda pada penjajahan sejarah selanjutnya.